MENUJU ATLET PRESTASI BEBAS DOPING
Belajar dari pengumuman BADAN Antidoping Dunia (World Anti-Doping Agency/WADA) yang memberikan sanksi kepada Rusia karena mendukung atlet menggunakan doping. Rusia resmi dihukum selama empat tahun tidak bisa mengikuti ajang single event maupun multievent dunia, termasuk Olimpiade 2020 dan Winter Games 2022 di Beijing, Tiongkok. Atas hal tersebut, Rusia bahkan kehilangan hak menjadi tuan rumah atau menawarkan diri menjadi tuan rumah turnamen olahraga dunia.
Dalam kancah olah raga internasionalpun sebuah prestasi tercoreng dengan kasus dopping dalam penyelenggaraanya, berikut nama- nama atlet yang tersandung kasus doping dalam 6 Bulan terakhir : Bintang bulutangkis Malaysia, Lee Chong Wei, gagal lolos tes doping jenis dexamethasone saat berpartisipasi pada Kejuaraan Dunia 2014. Tiga bulan berselang, tepatnya pada November, hasil tes itu diumumkan oleh Federasi Bulutangkis Dunia (BWF), Maria Sharapova dijatuhi sanksi larangan bermain selama dua tahun oleh Federasi Tenis Internasional (ITF), akibat positif doping menggunakan meldonium. Dalam sidang panel ITF pada 8 Juni 2016, Sharapova dinyatakan tak berniat dan sengaja berbuat curang. Namun, dia dinyatakan bertanggung jawab dan melakukan kesalahan signifikan, Marin Cilic Petenis Kroasia, Marin Cilic, dijatuhi hukuman larangan bertanding selama sembilan bulan (dimulai pada 1 Mei 2013), karena positif doping pada tes saat turnamen BMW Open di Munich, pada April 2012, Sampel tes doping petenis asal Kroasia itu positif mengandung zat stimulan terlarang, nikethamide. Zat itu masuk dalam substansi terlarang Badan Anti-Doping Dunia (WADA) karena bisa meningkatkan daya tahan atlet. Cilic mengungkapkan kandungan nikethamide dalam urinenya berasal dari konsumsi tablet glukosa coramine yang dibeli staf timnya di toko farmasi.
Doping sendiri memiliki defenisi Menurut IOC (International Olympic Committee) pada tahun 1990, doping adalah upaya meningkatkan prestasi dengan menggunakan zat atau metode yang dilarang dalam olahraga dan tidak terkait dengan indikasi medis. Pelarangan doping dikarenakan bertentangan dengan filosofi dan etika olahraga, dimana kejujuran dan sportifitas olahraga dilanggar serta dapat membahayakan kesehatan tubuh atlet (etika kesehatan) juga dapat menjadi panutan/contoh yang tidak baik bagi anak muda dalam etika pendidikan.
Beberapa mekanisme medik yang bisa menyalahi aturan doping bila tidak dilayani dengan benar atau menjadi pelarangan bagi penanganan atlet yaitu : Blood Doping (doping darah/infus darah sendiri), Administering Artifical Oxygen Carrier or Plasma Expander (pemberian pembawa oksigen artifisial atau infus plasmaexpanders), Pharmacological, Chemical, and Phisical Manipulation (manipulasi secara farmakologi,kimia dan fisik). Secara umum Zat yang dilarang dan dalam batasan tertentu dibolehkan terdiri dari Alkohol (minuman), Cannabinoids/Mariyuwana (hisab,rokok), Local Aanesthetics/Anestesi Lokal(penghilang rasa sakit), Glucocorticosteroids/Glukokortikosteroid (perbaikan/pembangun jaringan),Beta-Blocker/Beta Bloker (penenangan koordinasi/pengatur jantung. Berikut hal hal yang dianggap menyalahi aturan anti doping dalam setiap pertandingan profesional : 1.Terdapat zat terlarang atau metabolit atau marker dalam sampel atlet; 2. Penggunaan atau upaya penggunaan zat terlarang atau metode terlarang oleh atlet; 3. Mengelak, menolak, atau gagal untuk menyerahkan sampel; 4. Kegagalan memberitahukan keberadaan atlet; 5, Merusak atau upaya untuk merusak bagian manapun dari pengawasan doping; 6. Memiliki zat terlarang dan metode terlarang; 7. Memperdagangkan zat atau upaya memperdagangkan zat terlarang atau metode terlarang apapun; 8. Memberikan atau upaya memberikan zat terlarang atau metode terlarang kepada atlet di dalam atau di luar kompetisi; 9. Keterlibatan; 10. Hubungan/kerjasama terlarang;
Mengingat besarnya kemungkinan kesalahan yang dilakukan atlet, maka setiap atlet harus mengetahui cara menghindari Doping diantaranya : hati-hati terhadap obat FLU yang banyak mengandung stimulan seperti efedrin, fenil propanolamin dll yang kebanyakan termasuk OPING, hati- hati terhadap obat asma yang banyak mengandung stimulan dan b2 agonis yang tergolong Doping, bila harus memakainya pakailah secara inhalasi dan disertai surat keterangan dokter, hati- hati terhadap obat iet yang banyak mengandung stimulansia (amfetamin) dan diuretika yang termasuk kategori doping, 0bat analgetik, jangan memakai obat analgetik golongan narkotik, Jangan meminum kopi, atau minuman yang mengandung kafein sebelum kompetisi, karena jika kadarnya di dalam urine > 1.
Di Indonesia sendiri berdasarkan Permenpora nomor 15 Tahun 2017 telah dibentuk Lembaga Anti Dopping Indonesia yang menanggani atlet Nasional yang berada di bawah kelembagaan WARA (lembaga Anti Daping Internasional) yang memiliki fungsi tugas sebagai berikut : Nasional: mempromosikan, meng-koordinasikan dan me-pantau kegiatan anti doping dalam olahraga dalam segala bentuknya dan secara lingkup Internasional: LADI merupakan representasi Indonesia dalam kegiatan pengawasan doping (melindungi kepentingan bangsa dan negara). Ladi mempunyai Lipkup kerja sebagai berikut : Pemeriksaan Doping, Manajemen Hasil , Sosialisasi dan Edukasi, Peningkatan kapasitas (Capacity Building).
Perlu dipahami oleh setiap atlet profesional bahwa sistem pemeriksaan doping dilakukan dengan 2 cara : 1). Diluar kompetisi atau Out of Competetion Test (OOCT), pengambilan sample oleh LADI secara intelligence sampling dengan pertimbangan risiko doping (doping risk), atau atas permintaan dari:WADA (khusus atlet internasional), LADI (atlet nasional), Induk Organisasi Cabang Olahraga Internasional atau nasional (IF-PB/PP), KONI Pusat, PPON maupun pemangku kepentingan bidang olahraga lainnya; 2). Didalam kompetisi atau In Competetion Test (ICT); Pengambilan sample ini dilakukan saat kompetisi atau kejuaraan, atas inisiatif dari: Anti-Doping Organization (ADO) seperti (PB. PON, SEAF, OCA, IOC),
Menghadapi PON XX 2020 di Papua pihak WADA telah mengeluarkan PROHABITED LIST 2020 yang menjadi acuan anti doping.Direncanakan Aceh mengirimkan kurang lebih 140 atlet dari 30 sd 37 pertandingan yang diperlombakan, tentu hal ini harus menjadi pertimbangan utama karena setiap atlet menurut the code memiliki tanggang jawab mutlak apabila ditemukan zat terlarang dalam specimen tubuh mereka. Hal ini ini artinya telah terjadi pelanggaran tanpa melihat apakah si atlet berniat atau tidak, mengetahui atau tidak mengetahui menggunakan zat terlarang atau lalai.
Kita semua berharap Prestasi yang didapat tidak dianulir oleh ketidaktahuan atau ketidaksengajaan kita sehingga sportifitas pertandingan tetap bisa terjaga.